Andika Dewi Ramadhani dinobatkan sebagai peserta terbaik dalam ajang ASEAN Economic Community Global Forum 2014. ASEAN Economic Community Global Forum  merupakan kompetisi yang digelar oleh ASEAN untuk menampung semua ide dan action plan para pemuda dari 10 negara ASEAN terkait real actions dalam menghadapi Asean Economic Community (AEC) pada 2015.

Pada acara yang diadakan di University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia akhir Mei itu, Andika Dewi Ramadhani mengambil sub tema “Technology” dengan “Project ASEAN Students Nano Club”. Menurut Andika Dewi Ramadhani, ada tiga hal penting yang harus dimiliki oleh negara berkembang untuk bisa menjadi negara maju, pengembangan robotik, bioteknologi, dan nanoteknologi.

“Untuk bidang robotik dan bioteknologi mungkin negara ASEAN (khususnya Indonesia) sudah tertinggal jauh. Namun untuk kemampuan bidang nanoteknologi merupakan kesempatan untuk generasi muda Indonesia mengejar ketinggalan bangsa kita, Dalam kompetisi tersebut Andika Dewi Ramadhani mampu menyumbangkan 30 finalis lainnya yang berasal dari 10 negara anggota ASEAN. Dia mengaku, tidak mudah untuk bisa tampil sebagai finalis dalam kompetisi ini. Sebab, peserta harus memiliki kemampuan yang bagus dalam komunikasi lisan maupun tulisan dalam bahasa Inggris, serta mempunyai pengetahuan tentang AEC 2015 dan ASEAN secara mendalam.

“Indonesia mengirimkan 10 peserta perwakilan, Andika Dewi Ramadhani menjadi satu-satunya peserta dari Indonesia yang tampil sebagai ‘Best presenter and Action Plan’. Ide proyek ini didukung ASEAN untuk diimplementasikan lebih lanjut.

Persentasi yang disampaikan oleh Andika Dewi Ramadhani rupanya tidak hanya menarik perhatian para dewan juri saja, namun juga mampu menarik perhatian Mr. Exelis Moise Pierre yang merupakan warga negara Prancis. Moise yang merupakan pihak negara Malaysia bersedia membimbing proyek yang Andika Dewi Ramadhani presentasikan.

Menurut Andika Dewi Ramadhani “Mr. Exelis Moise Pi bersedia menjadi pembimbing karena dia berharap banyak generasi-generasi muda ASEAN (khususnya Indonesia) yang tidak hanya melakukan penelitian nanoteknologi secara dasar. Namun juga menghasilkan prototype yang dapat dipatenkan dan bisa diproduksi secara massal untuk lebih banyak membuka lapangan pekerjaan di masyarakat.